Kamis, 09 Desember 2010

Demokrasi Semu Indonesia

Dari Berbagai Sumber

Setelah perang dingin usai dimana ditandai dengan keruntuhan Uni Soviet, Amerika Serikat menjadi negara adidaya yang menguasai berbagai aspek baik politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Namun pada saat ini Amerika Serikat tidak lagi menjadi penguasa tunggal atas aspek ekonomi dimana terdapat beberapa negara new economic powers, terutama China. Namun pada aspek politik atau bisa dikaitkan dengan aspek ideologi, Amerika Serikat masih tetap menjadi penguasa tunggal. Ketika perang dingin masih berlangsung terjadi perang ideologi antara ideologi komunis yang dibawa oleh Uni Soviet dengan ideologi liberal yang mengusung prinsip demokrasi yang dibawa oleh Amerika Serikat. Namun dengan pecahnya Uni Soviet maka secara langsung membawa dampak terhadap eksistensi ideologi globalisasi. Ideologi komunis tidak lagi kuat dalam peta politik internasional dan posisinya mulai diambil alih oleh ideologi liberal yang diusung oleh Amerika Serikat. Dan sejak saat itu Amerika Serikat mulai gigih untuk menyebarkan ideologinya. Hal itu membawa dampak pada peta politik dunia, dimana terjadi tren demokratisasi dan hal itu pun melanda Indonesia. 

 Demokrasi yang dapat dikatakan sebagai sebuah sistem pemerintahan yang menghargai hak-hak individu, ikut mempengaruhi peta politik domestik termasuk politik dalam negeri Indonesia terutama setelah jatuhnya rezim orde baru. Ibarat keran yang sudah lama ditutup dan setelah kerannya dibuka, demokrasi pun menjadi euforia yang berlebihan. Terlihat dari banyaknya partai politik yang muncul dan munculnya keseimbangan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Selain itu tren itu pun menjadi sebuah dorong bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menyelenggarakan proses demokrasi yang lebih baik setelah tersumbat selama 32 tahun masa pemerintahan orde baru. 

Pada awal masa reformasi terjadi beberapa perubahan yang membuat banyak orang berpendapat bahwa Indonesia menjadi lebih domokratis, dimana muncul partai-partai baru dan sebagainya. Munculnya partai-partai baru tersebut membuat Indonesia lebih demokratis karena salah satu syarat adanya demokrasi adalah adanya partai politik. Selain itu banyak yang berpendapat bahwa kehidupan Indonesia pada awal masa reformasi memperlihatkan sebuah kehidupan yang demokratis hal itu terlihat pada fenomena saat itu seperti adanya kebesan pers dan kebebasan mendirikan partai, berjalannya sistem cek and balances, dan terselengaranya pemilu yang dapat dikatakan berjalan demokratis.
Dan setelah Indonesia melewati masa awal reformasi, Indonesia mendapatkan sebuah tantangan untuk menjalankan kehidupan yang lebih demokratis. Dan hal itu dijawab oleh pemerintah Indonesia dengan mengadakan pemilih presidan secara langsung yang pertama. Dan hal itu jelas merupakan hal yang mengagumkan bagi Indonesia dimana setelah proses demokrasi terhambat selama 32 tahun, Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung yang pertama. Hal itu menjadi sebuah hal yang membanggakan, terlepas dari munculnya skandal korupsi di tubuh KPU, namun secara umum pemilu Indonesia terlihat demokratis. Bahkan mantan presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter mensengajakan datang ke Indonesia untuk memberikan ucapan selamat bagi pemerintah Indonesia yang berhasil menyelenggarakan pemilu yang demokratis. Bahkan menurut Direktur Amerika Utara dan Tengah Departemen Luar Negeri Hari Purwanto, kedatangan Presiden Amerika Serikat George Walker Bush pada 20 November 2006 adalah bentuk pengakuan Amerika Serikat terhadap kemajuan yang dicapai Indonesia dalam proses demokratisasi. Dari pengakuan-pengakuan tersebut kita dapat melihat betapa “membanggakannya” perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Hal itu membuat bargining power Indonesia di mata dunia menjadi bertambah besar, apalagi dengan slogan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga terbesar di dunia dan yang terbesar di Asia Tenggara. Hal itu jelas akan memberikan dampak dalam peningkatan peran Indonesia pada politik Indonesia. Selain itu secara tidak langsung Indonesia akan mendapat keuntungan dengan adanya pengakuan tersebut. Dengan adanya pengakuan akan kehidupan yang demokratis di Indonesia, maka Indonesia akan mendapatkan keuntungan dari datangnya para investor yang akan berinvestasi di Indonesia. Hal itu jelas akan membantu Indonesia dalam memacu tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat ditentukan oleh para investor. 

 Namun apakah fakta diatas menggambarkan kehidupan yang demokratis bagi seluruh rakyat Indonesia dan bermanfaat bagi seluruh rakyatnya? Jawabannya adalah tidak. Penulis beranggapan bahwa kehidupan demokrasi yang terjadi di Indonesia adalah sebuah demokrasi semu yang tidak lebih dari sebuah omong kosong. Hal itu disebabkan karena demokrasi tidak disertai dengan terpenuhinya hak dasar warga negara yaitu hak ekonomi sosial budaya dan hak sipol secara sinergis. Padahal demokrasi menjamin hak-hak setiap manusia. Sehingga seharusnya hak sipol dapat berjalan sinergis dengan hak ekosob. Namun yang terjadi hak sipol berjalan sendirian tanpa adanya pemenuhan hak ekosob. Hal tersebut juga pada akhirnya akan membuat hak sipol tidak dapat berjalan. Bentuk seperti ini dapat kita lihat pada kehidupan politik saat ini, dimana banyaknya money politic. Menurut penulis hal itu terjadi karena tidak adanya pemenuhan hak ekosob. Rakyat yang lapar karena tidak terpenuhnya hak ekosob dengan mudahnya dimobilisasi oleh partai tertentu dengan imbalan uang. Gejala tersebut menjadi hal yang lumrah pada masa kini yang disebabkan karena tidak adanya pemenuhan yang sinergis dari hak sipol dan hak ekosob. Sehingga demokrasi yang berlangsung di Indonesia saat ini adalah sebuah demokrasi yang semu. Demokrasi di Indonesia hanya terlihat indah dari luar namun di dalamnya kehidupan demokrasi di Indonesia masih jauh dari yang kita harapkan dimana berlangsungnya kehidupan yang sangat demokratis. Tidak semua rakyat Indonesia merasakan kehidupan politik yang demokratis. Bahkan yang terjadi pada saat ini adalah, sebagian rakyat Indonesia memandang partai politik pada tingkatan yang sangat rendah. Fakta itu kita dapat kita rasakan ketika jumlah golput pada pilkada DKI hampir melebihi jumlah suara yang didapat oleh pasangan yang memenangkan pilkada yaitu pasangan Fauzi Bowo-Priyanto. Selain itu penulis teringat ketika penulis sering mendengar percakapan masyarakat umum di tempat umum yang kebanyakan dari mereka tidak percayai lagi terhadap partai politik. Hal itu jelas menggambarkan telah terjadi demokrasi yang semu di Indonesia. 

Selain itu penulis berpendapat nilai-nilai demokrasi tidak dapat diperluaskan secara global. Hal itu disebabkan karena setiap negara memiliki kharakteristik dan budayanya masing-masing yang pada suatu kondisi akan mengalami benturan. Jelas hal itu bertentangan dengan pendapat-pendapat yang mendukung kosmopolitan demokrasi, dimana para pendukung kosmopolitan demokrasi percaya nilai-nilai demokrasi dapat diterima secara global dan dapat memberikan sebuah perdamaian dan kesejahteraan bagi seluruh manusia.
Namun terlepas dari masih semunya demokrasi di Indonesia dan sulitnya untuk men-globalkan nilai-nilai demokrasi, demokrasi masih tetap menjadi sebuah sistem pemerintahan yang hingga saat ini masih mampu mencegah konflik di negara-negara yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi. Dan khusus untuk Indonesia, setidaknya dengan terselenggaranya pemilu presiden yang pertama di Indonesia, kehidupan demokrasi di Indonesia telah berjalan pada jalur yang tepat dalam menuju kehidupan yang benar-benar demokratis. Tinggal bagaimana, bentuk konkrit dari pemerintah agar demokrasi di Indonesia tidak menjadi demokrasi yang semu. Selain itu harus ada political will dari semua pihak agar demokrasi di Indonesia tidak menjadi demokrasi yang semu. Apalagi Indonesia pernah menghadapi masa pemrintahan yang otoriter. Seharusnya pengalaman tersebut dapat menjadi pendorong agar Indonesia mampu menjadi negara yang lebih demokratis lagi dan sehingga meningkatkan bargaining power Indonesia pada politik internasional untuk kepentingan bangsa Indonesia..

0 comments:

Posting Komentar